Aplikasi Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Oleh
:
Tomy
Mismahendra, S.Si, M.K3
Penguji
K3 Muda
Dit.
Bina K3
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat dunia industri berlomba-lomba
melakukan efisiensi dan meningkatkan produktivitas dengan menggunakan alat-alat
produksi yang semakin kompleks. Makin kompleksnya peralatan yang digunakan,
makin besar pula potensi bahaya yang mungkin terjadi dan makin besar pula
kecelakaan kerja yang ditimbulkan apabila tidak dilakukan penanganan dan
pengendalian sebaik mungkin.
Hal
ini menunjukkan bahwa masalah-masalah keselamatan dan kesehatan kerja tidak
lepas dari kegiatan dalam industri secara keseluruhan, maka pola-pola yang
harus dikembangkan di dalam penanganan K3 dan pengendalian potensi bahaya harus
mengikuti pendekatan sistem yaitu dengan menerapkan sistem manajemen K3.
Sistem
Manajemen K3 (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen
perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja
yang aman, efisien dan produktif.
Adapun
tujuan dan sasaran SMK3 adalah :
a.
Meningkatkan
efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana,
terukur, terstruktur, dan terintegrasi;
b.
Mencegah
dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan melibatkan
unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh; serta
c.
Menciptakan
tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktivitas.
SMK3
disusun dengan adanya beberapa hal yang menjadi latar belakang, yaitu:
1. K3 masih belum mendapatkan perhatian yang memadai semua pihak
2. Kecelakaan kerja yang terjadi relative masih tinggi
3. Pelaksanaan pengawasan K3 masih dominan bersifat parsial dan belum
menyentuh aspek manajemen
4. Relatif rendahnya komitmen pimpinan perusahaan dalam hal K3
5. Kualitas tenaga kerja berkorelasi dengan kesadaran atas K3
6. Tuntutan global dalam perlindungan tenaga kerja yang diterapkan oleh
komunitas perlindungan hak buruh internasional
7. Desakan LSM internasional dalam hal hak tenaga kerja untuk mendapatkan
perlindungan
8. Masalah K3 masih belum menjadi prioritas program
9. Tidak ada yang mengangkat masalah K3 menjadi isu nasional baik secara
politis maupun sosial
10. Masalah kecelakaan kerja masih dilihat dari aspek ekonomi, dan tidak
pernah dilihat dari pendekatan moral
11. Tenaga kerja masih ditempatkan sebagai faktor produksi dalam perusahaan,
belum ditempatkan sebagai mitra usaha
12.
Alokasi anggaran perusahaan untuk masalah K3 relatif kecil
Sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
khususnya pada pasal 87 yaitu bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3.
Pada pasal tersebut menjalaskan bahwa “setiap perusahaan wajib menerapkan
sistem manajemen K3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan” dalam
menerapkan SMK3 menggunakan pedoman penerapan yang telah ditetapkan yaitu
Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012. Penerapan SMK3 dilakukan berdasarkan kebijakan nasional
tentang SMK3. Kebijakan
nasional tentang SMK3 tersebut tertuang dalam Lampiran I, Lampiran II, dan
Lampiran III sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah
ini.
Kebijakan nasional yang tertuang dalam PP tersebut menjadi pedoman bagi
perusahaan dalam menerapkan SMK3.
Penerapan SMK3 bertujuan untuk:
a.
Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi;
b. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja dengan melibatkan unsur manajemen,
pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh; serta
c.
Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktivitas.
Sebagaimana
tercantum dalam PP Instansi pembina sektor usaha dapat mengembangkan pedoman penerapan SMK3 sesuai
dengan kebutuhan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Meskipun
di dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 setiap perusahaan wajib menerapkan
SMK3 namun Kewajiban ditetapkan dalam PP No. 50 berlaku bagi perusahaan:
1.
Mempekerjakan
pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang; atau
2.
Mempunyai
tingkat potensi bahaya tinggi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengusaha dalam
menerapkan SMK3 wajib berpedoman pada Peraturan Pemerintah ini dan ketentuan peraturan
perundang-undangan serta dapat memperhatikan konvensi atau standar
internasional.
Penerapan SMK3 dilaksanakan
meliputi :
- Penetapan
Kebijakan K3;
- Perencanaan
K3;
- Pelaksanaan
rencana K3;
- Pemantauan
dan evaluasi kinerja K3; dan
- Peninjauan
dan peningkatan kinerja SMK3.
Penjelasan
secara rinci terhadap kelima tahapan tersebut sebagaimana telah dijelaskan
dalam Lampiran 1 PP No. 50 Tahun 2012 adalah sebagai berikut :
1.
Penetapan
Kebijakan K3
Kebijakan K3
disusun dengan terlebih dahulu melalui proses tinjauan awal kondisi K3 dan
proses konsultasi antara pengurus dan wakil pekerja/buruh. Pada tinjauan awal dilakukan untuk mengetahui
seluruh kondisi K3 antara lain keberadaan personil K3, peralatan/pesawat/instalasi/mesin,
prosedur, proses kerja, sifat pekerjaan sampai kondisi keuangan yang
dipersiapkan untuk program K3.
Tinjauan awal kondisi K3 yang
meliputi:
a.
Identifikasi
potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko;
b.
Perbandingan
penerapan K3 dengan
perusahaan dan sektor lain yang lebih baik;
c.
Peninjauan
sebab akibat kejadian yang membahayakan;
d.
Kompensasi
dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan dengan
keselamatan; dan
e.
Penilaian
efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan.
Kebijakan K3
disusun dengan terlebih dahulu dikonsultasikan dengan serikat pekerja dan atau
serikat buruh yang terbentuk di perusahaan. Untuk itu sangatlah tepat kalau
penyusunan kebijakan tersebut dibuat melalui keberadaan P2K3 sehingga prosesnya
sudah mengakomodir keanggotaan P2K3 yang mengandung unsur serikat
pekerja/buruh.
Syarat
dalam penetapan kebijakan K3 adalah sebagai berikut:
a.
Disahkan
oleh pucuk pimpinan perusahaan;
b.
Tertulis,
tertanggal dan ditanda tangani;
c.
Secara
jelas menyatakan tujuan dan sasaran K3;
d.
Dijelaskan
dan disebarluaskan kepada seluruh pekerja/buruh, tamu, kontraktor, pemasok, dan pelanggan;
e.
Terdokumentasi
dan terpelihara dengan baik;
f.
Bersifat
dinamik; dan
g.
Ditinjau
ulang secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut masih sesuai
dengan perubahan yang terjadi dalam perusahaan dan peraturan
perundang-undangan.
Untuk mewujudkan komitmen dalam rangka melaksanakan
kebijakan K3 tersebut diatas maka yang harus dilakukan oleh pengusaha dan/atau
pengurus adalah:
a.
Menempatkan
organisasi K3 pada posisi yang dapat menentukan keputusan perusahaan;
b.
Menyediakan
anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana lain yang diperlukan
di bidang K3;
c.
Menetapkan
personil yang
mempunyai tanggung jawab, wewenang dan kewajiban yang jelas dalam penanganan
K3;
d.
Membuat
perencanaan K3 yang terkoordinasi;
e.
Melakukan
penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan K3.
Pengusaha harus menyebarluaskan
kebijakan K3 yang telah ditetapkan kepada seluruh pekerja/buruh, orang lain
selain pekerja/ buruh
yang berada di perusahaan, dan pihak lain yang terkait.
Kebijakan tersebut harus senantiasa
dilakukan peninjauan ulang secara teratur. Dan setiap tingkat pimpinan dalam
perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap K3 sehingga SMK3 berhasil
diterapkan dan dikembangkan. Setiap pekerja/buruh dan orang lain yang berada di
tempat kerja harus berperan serta dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan
K3.
2.
Perencanaan
K3
Perusahaan harus merencanakan untuk memenuhi kebijakan, sasaran dan
tujuan K3 yang telah ditetapkan. Dalam menyusun rencana K3 hendaknya
dilakukan berdasarkan:
a.
Hasil
penelaahan awal
Hasil penelaahan awal merupakan
tinjauan awal kondisi K3 perusahaan yang telah dilakukan pada penyusunan
kebijakan.
b.
Identifikasi
potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko
Identifikasi potensi bahaya, penilaian
dan penilaian risiko harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana.
c.
Peraturan
perundang-undangan dan persyaratan lainnya
Peraturan
perundang-undangan dan persyaratan lainnya harus:
1) Ditetapkan, dipelihara,
diinventarisasi dan diidentifikasi oleh perusahaan; dan
2) Disosialisasikan kepada seluruh
pekerja/buruh.
d.
Sumber
daya yang dimiliki
Dalam
menyusun perencanaan harus mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki meliputi
tersedianya sumber daya manusia yang kompeten, sarana dan prasarana serta dana.
e.
Rencana
K3 yang disusun oleh perusahaan paling sedikit memuat:
1)
Tujuan
dan Sasaran
Tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan ditinjau kembali secara teratur sesuai dengan perkembangan. Tujuan
dan sasaran K3 paling sedikit memenuhi kualifikasi:
a)
Dapat
diukur;
b)
Satuan/indikator
pengukuran; dan
c)
Sasaran
pencapaian.
Dalam menetapkan tujuan dan sasaran
K3, pengusaha harus berkonsultasi dengan:
a)
Wakil
pekerja/buruh;
b)
Ahli
K3;
c)
P2K3;
dan
d) Pihak-pihak lain yang terkait.
2)
Skala
Prioritas
Skala prioritas merupakan urutan
pekerjaan berdasarkan tingkat risiko, dimana pekerjaan yang mempunyai tingkat
risiko yang tinggi diprioritaskan dalam perencanaan.
3)
Upaya
Pengendalian Bahaya
Upaya pengendalian bahaya, dilakukan
berdasarkan hasil penilaian risiko melalui pengendalian teknis, administratif,
dan penggunaan alat pelindung diri.
4)
Penetapan
Sumber Daya
Penetapan sumber daya dilaksanakan
untuk menjamin tersedianya sumber daya manusia yang kompeten, sarana dan
prasarana serta dana yang memadai agar pelaksanaan K3 dapat berjalan.
5) Jangka Waktu Pelaksanaan
Dalam perencanaan setiap kegiatan
harus mencakup jangka waktu pelaksanaan.
6)
Indikator
Pencapaian
Dalam menetapkan indikator pencapaian
harus ditentukan dengan parameter yang dapat diukur sebagai dasar penilaian
kinerja K3 yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian
tujuan penerapan SMK3.
7)
Sistem
Pertanggung Jawaban
Sistem pertanggung jawaban harus ditetapkan
dalam pencapaian tujuan dan sasaran sesuai dengan fungsi dan tingkat manajemen
perusahaan yang bersangkutan untuk menjamin perencanaan tersebut dapat
dilaksanakan. Peningkatan
K3 akan efektif apabila semua pihak dalam perusahaan didorong untuk berperan
serta dalam penerapan dan pengembangan SMK3, dan memiliki budaya perusahaan
yang mendukung dan memberikan kontribusi bagi SMK3. Berdasarkan hal tersebut
pengusaha harus:
a)
menentukan, menunjuk, mendokumentasikan dan
mengkomunikasikan tanggung jawab dan tanggung gugat di bidang K3 dan wewenang
untuk bertindak dan menjelaskan hubungan
pelaporan untuk semua tingkatan manajemen, pekerja/buruh, kontraktor,
subkontraktor, dan pengunjung;
b)
mempunyai prosedur untuk memantau dan mengkomunikasikan
setiap perubahan tanggung jawab dan tanggung gugat yang berpengaruh terhadap
sistem dan program K3; dan
c)
memberikan reaksi secara cepat dan tepat terhadap kondisi
yang menyimpang atau kejadian-kejadian lainnya.
3.
Pelaksanaan
Rencana K3
Pelaksanaan rencana K3 harus
dilaksanakan oleh pengusaha dan/atau pengurus perusahaan atau tempat kerja
dengan melaksanakan hal-hal sebagai berikut :
a. Menyediakan sumber daya manusia
yang mempunyai kualifikasi; dan
b. Menyediakan prasarana dan
sarana yang memadai.
Keterangan lebih rinci adalah sebagai
berikut :
a.
Penyediaan
Sumber Daya Manusia
1)
Prosedur Pengadaan Sumber Daya Manusia
Dalam penyediaan sumber daya manusia, perusahaan harus
membuat prosedur pengadaan secara efektif, meliputi:
a)
Pengadaan sumber daya manusia sesuai
kebutuhan dan memiliki kompetensi
kerja serta kewenangan dibidang K3 yang dibuktikan melalui:
-
Sertifikat K3 yang diterbitkan oleh instansi yang
berwenang; dan
-
Surat izin kerja/operasi dan/atau surat penunjukan dari
instansi yang berwenang.
b)
Pengidentifikasian kompetensi kerja yang
diperlukan pada setiap tingkatan manajemen perusahaan dan menyelenggarakan
setiap pelatihan yang dibutuhkan;
c)
Pembuatan ketentuan untuk
mengkomunikasikan informasi K3 secara efektif;
d)
Pembuatan peraturan untuk memperoleh
pendapat dan saran para ahli; dan
e)
Pembuatan peraturan untuk pelaksanaan
konsultasi dan keterlibatan pekerja/ buruh secara aktif.
2)
Konsultasi, Motivasi dan Kesadaran
Dalam menunjukkan komitmennya
terhadap K3, pengusaha dan/atau pengurus harus melakukan konsultasi, motivasi
dan kesadaran dengan melibatkan pekerja/buruh maupun pihak lain yang terkait di
dalam penerapan, pengembangan dan pemeliharaan SMK3, sehingga semua pihak
merasa ikut memiliki dan merasakan hasilnya.
Dalam melakukan konsultasi, motivasi dan kesadaran SMK3,
pengusaha dan/atau pengurus harus memberi pemahaman kepada tenaga kerja atau
pekerja/buruh tentang bahaya fisik, kimia, ergonomi, radiasi, biologi, dan psikologi
yang mungkin dapat menciderai dan melukai pada saat bekerja, serta pemahaman
sumber bahaya tersebut. Pemahaman tersebut bertujuan untuk mengenali dan
mencegah tindakan yang mengarah terjadinya insiden.
3)
Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat
Bentuk tanggung jawab dan tanggung gugat dalam
pelaksanaan K3, harus dilakukan oleh perusahaan dengan cara:
a)
Menunjuk,
mendokumentasikan dan mengkomunikasikan tanggung jawab dan tanggung gugat di
bidang K3;
b)
Menunjuk
sumber daya manusia yang berwenang untuk bertindak dan menjelaskan kepada semua
tingkatan manajemen, pekerja/buruh, kontraktor, subkontraktor, dan pengunjung
meliputi:
c)
Pimpinan yang ditunjuk untuk bertanggung jawab harus
memastikan bahwa SMK3 telah diterapkan dan hasilnya sesuai dengan yang
diharapkan oleh setiap lokasi dan jenis kegiatan dalam perusahaan;
d)
Pengurus
harus mengenali kemampuan tenaga kerja sebagai sumber daya yang berharga dan
dapat ditunjuk untuk menerima pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dalam
menerapkan dan mengembangkan SMK3;
e)
Mempunyai
prosedur untuk memantau dan mengkomunikasikan setiap perubahan tanggung jawab
dan tanggung gugat yang berpengaruh terhadap sistem dan program K3;
f)
Memberikan reaksi secara cepat dan tepat terhadap kondisi
yang menyimpang atau kejadian-kejadian lainnya.
4)
Pelatihan
dan Kompetensi Kerja
Pelatihan
dan
kompetensi Kerja, dilakukan dengan melakukan pengidentifikasian dan
pendokumentasian standar
kompetensi kerja K3.
Standar kompetensi kerja K3 dapat diidentifikasi dan dikembangkan sesuai
kebutuhan dengan:
a)
Menggunakan standar kompetensi kerja yang ada;
b)
Memeriksa uraian tugas dan jabatan;
c)
Menganalisis tugas kerja;
d)
Menganalisis hasil inspeksi dan audit; dan
e)
Meninjau ulang laporan insiden.
Hasil
identifikasi kompetensi kerja digunakan sebagai dasar penentuan program pelatihan yang harus dilakukan, dan menjadi dasar
pertimbangan dalam penerimaan, seleksi dan penilaian kinerja.
b.
Menyediakan
Prasarana Dan Sarana Yang Memadai
Prasarana
dan sarana yang disediakan meliputi:
1)
Organisasi/Unit yang bertanggung jawab di bidang K3
Perusahaan wajib membentuk
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat P2K3
yang bertanggung jawab di bidang K3. P2K3 adalah badan pembantu di tempat kerja
yang merupakan wadah kerjasama antara pengusaha dan tenaga kerja atau
pekerja/buruh untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian dan partisipasi
efektif dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.
Keanggotaan P2K3 terdiri dari
unsur pengusaha dan tenaga kerja atau pekerja/buruh yang susunannya terdiri
dari Ketua, Sekretaris dan Anggota.
P2K3 mempunyai tugas
memberikan saran dan pertimbangan baik diminta maupun tidak kepada pengusaha
atau pengurus mengenai masalah keselamatan dan kesehatan kerja.
2) Anggaran
Perusahaan harus mengalokasikan anggaran untuk
pelaksanaan K3 secara menyeluruh antara lain untuk:
a)
Keberlangsungan
organisasi K3;
b)
Pelatihan
SDM dalam mewujudkan kompetensi kerja; dan
c)
Pengadaan
prasarana dan sarana K3 termasuk alat evakuasi, peralatan pengendalian,
peralatan pelindung diri.
3)
Prosedur operasi/kerja, informasi, dan pelaporan serta
pendokumentasian
a) Prosedur operasi/kerja harus
disediakan pada setiap jenis pekerjaan dan dibuat melalui analisa pekerjaan
berwawasan K3 (Job Safety Analysis)
oleh personil yang kompeten.
b) Prosedur informasi K3 harus
menjamin pemenuhan kebutuhan untuk:
-
Mengkomunikasikan hasil dari sistem
manajemen, temuan audit dan tinjauan ulang manajemen dikomunikasikan pada semua
pihak dalam perusahaan yang bertanggung jawab dan memiliki andil dalam kinerja
perusahaan;
-
Melakukan identifikasi dan menerima
informasi K3 dari luar perusahaan; dan
-
Menjamin bahwa informasi K3 yang
terkait dikomunikasikan kepada orang-orang di luar perusahaan yang
membutuhkan.
Informasi yang perlu dikomunikasikan meliputi:
-
Persyaratan eksternal/peraturan
perundangan-undangan dan internal/indikator kinerja K3;
-
Izin kerja;
-
Hasil identifikasi, penilaian, dan
pengendalian risiko serta sumber bahaya yang meliputi keadaan mesin-mesin,
pesawat-pesawat, alat kerja, peralatan lainnya, bahan-bahan, lingkungan kerja,
sifat pekerjaan, cara kerja, dan proses produksi;
-
Kegiatan pelatihan K3;
-
Kegiatan inspeksi, kalibrasi dan
pemeliharaan;
-
Pemantauan data;
-
Hasil pengkajian kecelakaan, insiden,
keluhan dan tindak lanjut;
-
Identifikasi produk termasuk
komposisinya;
-
Informasi mengenai pemasok dan
kontraktor; dan
-
Audit dan peninjauan ulang SMK3.
c)
Prosedur
pelaporan informasi yang terkait harus ditetapkan untuk menjamin bahwa
pelaporan yang tepat waktu dan memantau pelaksanaan SMK3 sehingga kinerjanya
dapat ditingkatkan. Prosedur pelaporan terdiri atas:
-
Prosedur pelaporan internal yang harus ditetapkan untuk
menangani:
·
Pelaporan terjadinya insiden;
·
Pelaporan ketidaksesuaian;
·
Pelaporan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja; dan
·
Pelaporan identifikasi sumber bahaya.
-
Prosedur pelaporan eksternal yang harus ditetapkan untuk
menangani:
·
Pelaporan
yang dipersyaratkan peraturan perundang-undangan; dan
·
Pelaporan
kepada pemegang saham atau pihak lain yang terkait.
·
Laporan harus disampaikan kepada pihak manajemen dan/atau
pemerintah.
d)
Pendokumentasian kegiatan
K3 digunakan untuk:
-
Menyatukan secara sistematik kebijakan, tujuan dan sasaran
K3;
-
Menguraikan sarana pencapaian tujuan dan sasaran K3;
-
Mendokumentasikan peranan, tanggung jawab dan prosedur;
-
Memberikan arahan mengenai dokumen yang terkait dan
menguraikan unsur-unsur lain dari sistem manajemen perusahaan; dan
-
Menunjuk bahwa unsur-unsur SMK3 yang sesuai untuk
perusahaan telah diterapkan.
Dalam
pendokumentasian kegiatan K3, perusahaan harus menjamin bahwa:
-
Dokumen dapat diidentifikasi sesuai dengan uraian tugas
dan tanggung jawab di perusahaan;
-
Dokumen ditinjau ulang secara berkala dan jika diperlukan
dapat direvisi;
-
Dokumen sebelum diterbitkan harus lebih dahulu disetujui
oleh personil yang berwenang;
-
Dokumen versi terbaru harus tersedia di tempat kerja yang
dianggap perlu;
-
Semua dokumen yang telah usang harus segera disingkirkan;
dan
-
Dokumen mudah ditemukan, bermanfaat dan mudah dipahami.
e) Instruksi kerja
Instruksi
kerja merupakan perintah tertulis atau tidak tertulis untuk melaksanakan
pekerjaan dengan tujuan untuk memastikan bahwa setiap pekerjaan dilakukan
sesuai persyaratan K3 yang telah ditetapkan.
Kegiatan
dalam pelaksanaan rencana K3 paling sedikit meliputi:
1) Tindakan Pengendalian
Tindakan
pengendalian harus diselenggarakan oleh setiap perusahaan terhadap
kegiatan-kegiatan, produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan risiko
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Tindakan
pengendalian dilakukan dengan mendokumentasikan dan melaksanakan kebijakan:
a.
Standar
bagi tempat kerja;
b.
Perancangan
pabrik dan bahan; dan
c. Prosedur dan instruksi kerja
untuk mengatur dan mengendalikan kegiatan produk barang dan jasa.
Pengendalian
risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan melalui:
a. Identifikasi potensi bahaya
dengan mempertimbangkan:
-
Kondisi
dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya; dan
-
Jenis
kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat terjadi.
b. Penilaian risiko untuk
menetapkan besar kecilnya suatu risiko yang telah diidentifikasi sehingga
digunakan untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat risiko
kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
c.
Tindakan
pengendalian dilakukan melalui:
1)
Pengendalian
teknis/ rekayasa
yang meliputi eliminasi, subtitusi, isolasi, ventilasi, higienitas dan
sanitasi;
2)
Pendidikan
dan pelatihan;
3)
Insentif,
penghargaan dan motivasi diri;
4)
Evaluasi
melalui internal audit, penyelidikan insiden dan etiologi; dan
5)
Penegakan
hukum.
2) Perancangan dan Rekayasa
Tahap perancangan dan rekayasa
meliputi :
a.
Pengembangan;
b.
Verifikasi;
c.
Tinjauan ulang;
d.
Validasi; dan
e.
Penyesuaian.
Dalam
pelaksanaan perancangan dan rekayasa harus memperhatikan unsur-unsur:
a.
Identifikasi potensi bahaya;
b.
Prosedur penilaian dan pengendalian risiko kecelakaan dan
penyakit akibat kerja; dan
c.
Personil yang memiliki kompetensi kerja harus ditentukan
dan diberi wewenang dan tanggung jawab yang jelas untuk melakukan verifikasi
persyaratan SMK3.
3)
Prosedur
dan Instruksi Kerja
Prosedur
dan instruksi kerja harus dilaksanakan
dan ditinjau ulang secara berkala
terutama jika terjadi perubahan peralatan, proses atau bahan baku yang
digunakan oleh personal dengan melibatkan para pelaksana yang memiliki
kompetensi kerja dalam menggunakan prosedur.
4)
Penyerahan
Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan
Perusahaan
yang akan menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain
harus menjamin bahwa perusahaan lain
tersebut memenuhi persyaratan K3. Verifikasi terhadap persyaratan K3 tersebut
dilakukan oleh personal yang kompeten
dan berwenang serta mempunyai tanggung jawab yang jelas.
5)
Pembelian/Pengadaan
Barang dan Jasa
Sistem
pembelian/pengadaan barang dan jasa harus:
a.
Terintegrasi dalam strategi penanganan pencegahan kecelakaan
dan penyakit akibat kerja;
b.
Menjamin agar produk barang dan jasa serta mitra kerja
perusahaan memenuhi persyaratan K3; dan
c.
Pada saat barang dan jasa diterima di tempat kerja,
perusahaan harus menjelaskan kepada semua pihak yang akan menggunakan barang
dan jasa tersebut mengenai identifikasi, penilaian dan pengendalian risiko
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
6) Produk Akhir
Produk
akhir berupa barang atau jasa harus dapat dijamin keselamatannya dalam
pengemasan, penyimpanan,
pendistribusian, dan penggunaan serta pemusnahannya.
7) Upaya Menghadapi Keadaan
Darurat Kecelakaan dan Bencana Industri
Perusahaan
harus memiliki prosedur sebagai upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan
bencana industri, yang meliputi:
a.
Penyediaan personil dan fasilitas P3K dengan jumlah yang
cukup dan sesuai sampai mendapatkan pertolongan medik; dan
b.
Proses perawatan lanjutan.
Prosedur menghadapi keadaan darurat harus diuji
secara berkala oleh personil yang memiliki kompetensi kerja, dan untuk
instalasi yang mempunyai bahaya besar harus dikoordinasikan dengan instansi terkait yang berwenang untuk
mengetahui kehandalan pada saat kejadian yang sebenarnya.
8)
Rencana
dan Pemulihan Keadaan Darurat
Dalam
melaksanakan rencana dan pemulihan keadaan darurat setiap perusahaan harus
memiliki prosedur rencana
pemulihan keadaan darurat secara cepat untuk mengembalikan pada kondisi yang normal dan membantu pemulihan tenaga
kerja yang mengalami trauma.
4.
Pemantauan dan Evaluasi Kinerja
Pemantauan dan
evaluasi kinerja K3 dilaksanakan di perusahaan meliputi:
a.
Pemeriksaan,
Pengujian, dan Pengukuran
Pemeriksaan, pengujian, dan
pengukuran harus
ditetapkan dan dipelihara prosedurnya sesuai dengan tujuan dan sasaran K3 serta
frekuensinya disesuaikan dengan obyek mengacu pada peraturan dan standar yang
berlaku.
Prosedur pemeriksaan, pengujian, dan pengukuran secara umum
meliputi:
1)
Personil yang terlibat harus mempunyai
pengalaman dan keahlian yang cukup;
2)
Catatan
pemeriksaan, pengujian dan pengukuran yang sedang berlangsung harus dipelihara
dan tersedia bagi manajemen, tenaga kerja dan kontraktor kerja yang terkait;
3)
Peralatan
dan metode pengujian yang memadai harus digunakan untuk menjamin telah
dipenuhinya standar K3;
4)
Tindakan
perbaikan harus dilakukan segera pada saat ditemukan ketidaksesuaian terhadap
persyaratan K3 dari hasil pemeriksaan, pengujian dan pengukuran;
5)
Penyelidikan
yang memadai harus dilaksanakan untuk menemukan penyebab permasalahan dari
suatu insiden; dan
6)
Hasil
temuan harus dianalisis dan ditinjau ulang.
b.
Audit Internal SMK3
Audit internal SMK3 harus dilakukan secara berkala untuk
mengetahui keefektifan penerapan SMK3. Audit SMK3 dilaksanakan secara
sistematik dan independen oleh personil yang memiliki kompetensi kerja dengan menggunakan
metodologi yang telah ditetapkan.
Pelaksanaan audit internal dapat menggunakan kriteria audit
eksternal sebagaimana tercantum pada Lampiran II PP 50, dan pelaporannya dapat
menggunakan format laporan yang tercantum pada Lampiran III peraturan tersebut.
Frekuensi audit harus ditentukan berdasarkan tinjauan ulang
hasil audit sebelumnya dan bukti sumber bahaya yang didapatkan di tempat kerja.
Hasil audit harus digunakan oleh pengurus dalam proses tinjauan ulang
manajemen.
Hasil temuan dari pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kinerja
serta audit SMK3 harus didokumentasikan dan digunakan untuk tindakan perbaikan
dan pencegahan. Pemantauan dan evaluasi kinerja serta audit SMK3 dijamin
pelaksanaannya secara sistematik dan efektif oleh pihak manajemen.
5.
Peninjauan dan Peningkatan Kinerja Smk3
Untuk
menjamin kesesuaian dan keefektifan yang berkesinambungan guna pencapaian
tujuan SMK3, pengusaha dan/atau pengurus perusahaan atau tempat kerja harus:
a.
Melakukan
tinjauan ulang terhadap penerapan SMK3 secara berkala; dan
b.
Tinjauan
ulang SMK3 harus dapat mengatasi implikasi K3 terhadap seluruh kegiatan, produk
barang dan jasa termasuk dampaknya terhadap kinerja perusahaan.
Tinjauan
ulang penerapan SMK3, paling sedikit meliputi:
a.
Evaluasi
terhadap kebijakan K3;
b.
Tujuan,
sasaran dan kinerja K3;
c.
Hasil
temuan audit SMK3; dan
d.
Evaluasi
efektifitas penerapan SMK3, dan kebutuhan untuk pengembangan SMK3.
Perbaikan
dan peningkatan kinerja dilakukan berdasarkan pertimbangan:
a.
Perubahan
peraturan perundang-undangan;
b.
Tuntutan
dari pihak yang terkait dan pasar;
c.
Perubahan
produk dan kegiatan perusahaan;
d.
Perubahan
struktur organisasi perusahaan;
e.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemologi;
f.
Hasil
kajian kecelakaan dan penyakit akibat kerja;
g.
Adanya
pelaporan; dan/atau
h.
Adanya
saran dari pekerja/buruh.
DAFTAR PUSTAKA
Imamkhasani,S, et all,1987. Buku Pedoman Keselamatan Kerja Bidang Kimia,
Departemen Tenaga Kerja, UNDP/ILO-PIACT Project.
Barbara
A. Fog, MPH,CIH,CSP, “Fundamental of
Industrial Hygiene”, National Safety Council, 1996.
Ellen, K, Silbergeld, 1998.Toxicology, in Encyclopaedia of Occupational
Health and Safety, 4th
ed, ILO, Geneva.
Nims
Debra K , 1999. Basic of Industrial Hygiene, John Wiley & Sons Inc.
Budiono,
A.M, et al. 2003. Bunga Rampai Hiperkes
dan Keselamatan Kerja. Semarang : Balai Penerbit Universitas Diponegoro.
Kurniawijaya,
L.M. 2008. Teori dan Aplikasi Kesehatan
Kerja. Jakarta : UI Press.
Grantham,
David, 2009. Occupational Health and
Hygiene, Guide Book for the WHSO.
Sumakmur, P.K.
2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan
Kerja (Hiperkes). Jakarta : CV. Sagung Seto
Burton
Joan.2010.WHO Healthy Workplace Framework
and Model:Background and Supporting Literature and Practise.WHO.
Meily
Kurniawidjaja, L.2010. Teori dan Aplikasi
Kesehatan Kerja. Jakarta:UI-Press.
Managing Occupational Health
and Safety,
CCH International, Australia, 1997
Komentar
Posting Komentar